Secara umum, semua manusia yang ada di dunia adalah sama. Persamaan itu mencakup hal-hal yang terkait dengan kualitas fisik, psikologis, maupun sosial. Oleh karena itu teori-teori yang menyangkut tentang kondisi-kondisi tersebut di atas berlaku untuk semua umat manusia di dunia. Bukti riil tentang persamaan tersebut antara lain adalah nilai-nilai religious yang berlaku universal, hak-hak asasi manusia se dunia, serta teori-teori tentang kesehatan dan kedokteran. Akan tetapi ketika kita berbicara dalam demensi bangsa, disamping persamaan-persamaan sudah muncul adanya perbedaan-perbedaan. Kondisi geografis yang kemudian memberi pengaruh terhadap cara manusia mengembangkan sistem tata kehidupan dan penghidupan, memberi sumbangan yang cukup besar terhadap adanya perbedaan-perbedaan itu. Selanjutnya ketika kita berbicara soal individu atau orang seorang dalam suatu kondisi atau waktu tertentu, maka perbedaannya akan lebih mengedepan daripada persamaan. Dengan mengingat bahwa kita berasal dari sepasang manusia yang sama, maka pada hakekatnya ada persamaan karakter pada semua manusia dan bangsa di dunia. Mungkin ada beberapa karakter tertentu yang lebih menonjol pada bangsa-bangsa tertentu dan kurang menonjol pada bangsa lain.
Dilihat dari ikatan sosialnya tiap-tiap orang akan terikat sebagai anggota keluarga, masyarakat dan warga negara. Tiap-tiap bentuk ikatan sosial membentuk kerangka referensi dalam mengembangkan sistem nilai, norma, serta kepercayaan baik sosial maupun budaya yang berbeda-beda pula. Jadi semuanya memberikan pengaruh terhadap pembentukan kepribadian yang didalamnya terdapat karakter sebagai salah satu unsurnya.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat majemuk baik dari aspek antropologis, psikologis dan sosiologis. Lebih-lebih lagi jika ditambahkan aspek historis, kemajemukan itu akan lebih luas lagi. Kemajemukan atau kebinekaan ini akan berpengaruh pula dalam pembentukan karakter suatu bangsa. Jadi karakter ada yang bersifat universal, lokal, serta individual. Ada beberapa karakter sosial yang berkembang secara universal, misalnya agresif, penghisap, penakluk, penimbun, dan filantropis. Khusus karakter sosial penimbun, kini semakin tampak nyata perkembangannya di Indonesia. Siapa yang timbunannya (hartanya) besar dia akan dihormati orang, sehingga dorongan untuk menjadi penimbun terbesar sangat kuat. Di dunia politik berkembang sebuah ungkapan tidak ada persahabatan yang abadi. Pada tingkat paling puncak yang hanya ada satu orang, disinilah karakter pribadi itu akan tampak. Karakter raja tega, adalah julukan yang paling tepat bagi mereka yang ingin mencapai posisi puncak dengan cara Machiavelis. Menaklukkan dengan cara-cara yang lurus biasanya adalah sangat sulit, sehingga orang menempuh dengan segala cara. Demikian kata Machiaveli. Karakter seperti ini juga universal. Kini perempuan-perempuan Indonesia semakin banyak yang terjun ke dunia politik. Mungkin belum tampak perbedaan yang signifikan karakter politik perempuan dan laki-laki, karena belum banyak perempuan yang berperan atau tak seimbang dengan jumlah politisi laki-laki.
Pembatasan
Pendidikan karakter dalam masyarakat sebenarnya sudah banyak dilakukan. ?Taman Bermain?, ?Taman Kanak-Kanak?, atau PAUD pada dasarnya merupakan media pembentukan karakter. Disinilah pengembangan dasar-dasar kecerdasan emosional, spiritual dan sosial mulai dibentuk dan ditanamkan. Akan tetapi masyarakat masih terpukau dengan kecerdasan intelektual, sehingga lembaga-lembaga pendidikan tersebut di atas agak menggeser arah tujuannya, dan kurikulum, metode serta teknik pendidikannya untuk memenuhi tuntutan pasar. Dari uraian di atas tampak bahwa proses pembentukan karakter sangatlah kompleks, baik dipandang dari aspek manusia, lingkungannya, maupun dari proses pembentukannya. Semestinya pembentukan karakter menjadi ?pendidikan seumur hidup? dan menjadi tanggung jawab bersama keluarga, masyarakat dan pemerintah. Oleh karena luas dan rumitnya pembentukan karakter, maka tulisan ini dibatasi pada beberapa hal sbb :
1. Perempuan yang dimaksud dalam hal ini adalah ibu yang berada dalam sebuah keluarga. Dengan pertimbangan bahwa ada tiga hal pada ibu yang tak dapat dikerjakan oleh laki-laki, yaitu hamil, melahirkan dan menyusui. Nilai yang dioperasionalkan adalah tiga buah nilai yang bersumber dari ajaran agama, yaitu ?surga di bawah telapak kaki ibu, perempuan adalah tiang negara, dan carilah ilmu mulai dari ketika bayi masih dalam timangan sampai ke liang lahat?. Dalam hal ini dibatasi lagi hanya sampai pada timangan saja.
2. Karakter dalam hal ini dilihat dari proses pembentukannya. Pada tahap awal kehidupan individu, ibu adalah orang yang paling dominan pengaruhnya terhadap pembentukan kepribadian. Sesuai dengan teori konvergensi bahwa kepribadian itu dibentuk oleh faktor-faktor bawaan dan lingkungan. Jadi persoalannya di sini adalah bagaimanakah agar kualitas bawaan itu lebih baik.
Setidaknya ada tiga orang istimewa yang ketika masih di dalam kandungan sudah dapat diajak berbicara, yaitu Nabi Isa AS, Fatimah RA, dan Imam Safii. Dari tiga kejadian itu tampak bahwa bayi dalam kandungan dapat merespon rangsangan dari luar. Asumsi ini diperkuat dengan adanya Mozart Effect, bahwa musik klasiknya Mozart dapat direspon oleh bayi dalam kandungan. Berdasar asumsi ini maka pendidikan karakter itu dapat dimulai dari ketika bayi masih dalam kandungan.
3. Kelompok sosial yang terpilih adalah keluarga, karena keluarga merupakan tempat persemaian awal pembentukan karakter seseorang.
Perilaku, kepribadian dan karakter adalah tiga hal yang sangat sulit untuk dipisahkan. Dalam perilaku terkandung didalamnya kepribadian dan karakter. Maka ketiga istilah ini digunakan secara bersama-sama dalam tulisan ini. Ada delapan variabel yang mempengaruhi perilaku seseorang, yaitu nilai, perasaan, persepsi, pengetahuan, keterampilan, pengalaman, masalah, dan harapan. Kedelapan variabel ini dapat berubah dari waktu ke waktu, dengan syarat orang tersebut berusaha untuk mengubahnya. Meskipun karakter dapat berubah, tetapi mengubah karakter yang sudah terbentuk bukanlah hal yang mudah. Bagaimana pun buruknya karakter tersebut, jika dipandang oleh pemiliknya hal itu menguntungkan maka akan dipertahankan. Contohnya adalah karakter tidak jujur (termasuk didalamnya perilaku korup). Sudah puluhan tahun ketidakjujuran dalam birokrasi ini diperangi, hasilnya korupsi malah melesat naik, baik kuantitas maupun kualitasnya, sehingga kita malah menjadi negara terkorup di dunia.
Berdasar uraian di atas, maka amatlah sulit untuk menggambarkan secara khusus sebuah saja karakter yang benar-benar hanya ada pada wanita sehingga tidak dimiliki oleh laki-laki. Demikian pula karakter Bangsa Indonesia yang benar-benar berbeda dari bangsa lain. Maka sulit pula untuk menggambarkan hubungan antara perempuan dengan karakter bangsa, karena perempuan dan laki-laki selalu hidup dalam suatu kelompok sosial yang saling pengaruh mempengaruhi. Mungkin karakter religius, gotong royong, dan gambang diajak berbicara (talkity) menonjol bagi Bangsa Indonesia.
Perempuan Penyihir.
Dalam dongeng dari Barat banyak kisah yang berbau mistik dengan tokoh pangeran yang dikutuk oleh nenek sihir, tetapi kutukan tersebut hancur oleh perawan cantik yang berbuat dengan kasih sayang dan ikhlas. Jadi penyihir yang sebenarnya adalah kasih sayang dan ikhlas. Dari Timur Tengah ada perempuan yang sangat cerdas emosional yang terkenal dengan tokoh dongengnya ?Seribu Satu Malam?, si Abunawas. Karakter perempuan ini adalah karakter penghibur. Di Indonesia Kartini dapat dikategorikan dalam kelompok perempuan penyihir yang dengan cita-citanya mampu membangkitkan perempuan Indonesia. Nafas dari cita-cita Kartini adalah menyingkirkan belenggu sosial budaya, persamaan kesempatan dan menyerdaskan bangsa. Karakter Kartini adalah karakter pendobrak yang lembut. Dewi Sartika mengedepan karater pendidiknya. Cut Nyak Dien dengan karakter pemberani. Setelah 50 tahunan merdeka yang banyak muncul adalah perempuan penyihir di bidang intertainmen. Inul dengan goyang pantatnya pernah menyihir Indonesia. Berikutnya banyak artis-artis yang dengan kecerdasan kinestetiknya menyihir Indonesia lewat panggung hiburan.
Di atas adalah contoh beberapa perempuan berkarakter yang pernah menjadi penyihir. Kehadiran mereka dengan aktivitasnya merupakan bentuk respon terhadap tekanan sosial psikologis pada jamannya. Negara kita kini sedang mengalami tekanan dari berbagai krisis. Barangkali krisis karakter positif adalah yang terparah. Dari media dapat kita lihat karakter yang mengedepan saat ini adalah karakter perusak, peminta, sadistik, pemaksa, penelanjang kekurangan orang lain, korup, penyuap, egoistik, suka berkeluh kesah, dll.
Kini diharapkan munculnya ibu-ibu penyihir, yaitu Ibu yang melahirkan bayi-bayi unggul dan mendidik hati nurani sejak bayi ketika masih dalam timangan. Jadi sihir disini merupakan kiasan untuk mengubah dengan cepat. Dalam hal ini dikembangkan juga langkah-langkah sinergis interaksi antar orang dalam keluarga, sehingga keluarga menjadi sebuah lembaga pembangun dasar karakter bangsa sejak dini. Jadi tidak hanya ibu saja yang menjadi bintang. Memang Ibu adalah pemeran utama. Suami dan orang dewasa lainnya bila ada merupakan bintang-bintang pendukung. Keluarga benar-benar diarahkan untuk mewujudkan fungsi-fungsinya secara gotong royong. Selanjutnya pembangunan karakter bangsa ini dikembangkan menjadi gerakan nasional yang diikuti dengan program-program penguatan fungsi dan pemberdayaan keluarga. Ada beberapa fungsi keluarga yang strategis untuk tujuan ini, yaitu reproduksi, sosialisasi, pendidikan, afeksi, perlindungan dan religius. Reproduksi adalah hak suci setiap orang dewasa yang berkeluarga. Tetapi reproduksi yang berlangsung dalam suasana yang bahagia, aman, dan terencana perlu terus menerus disosialisasikan. Para dokter anak sangat menganjurkan agar sejak terjadi pembuahan sampai dengan lima bulan ke depan kecukupan gizi janin harus benar-benar diperhatikan agar pembentukan sel otaknya sempurna. Demikian pentingnya periode ini sampai-sampai ada dokter anak yang menganjurkan ?kalau perlu keluarga itu melakukan hutang untuk menjaga kecupukan gizi janin?. Luar biasa. Kesadaran seperti ini juga harus ditanamkan dalam keluarga.
Selain itu adalah langkah untuk mengokohkan ketiga nilai di atas kepada ibu. Bahwa saya adalah tiang negara, surga dibawah telapak kaki saya, dan saya adalah peletak dasar dan awal bagi pendidikan anak-anak bangsa. Ketiga kalimat ini harus benar-benar dan terus-menerus terngiang-ngiang pada diri setiap perempuan Indonesia, sehingga janin dan bayi yang dikandungnya kelak akan lahir dengan sudah akan membawa karakter positif. Kunci dari segala karakter adalah iman dan taqwa kepada Allah SWT, maka nuansa religius dikembangkan dan dikuatkan untuk menjadi hiasan wajib dalam setiap keluarga.
Penutup
Hanya perempuan yang berilmu, bertawa, dan beramal saleh yang akan dapat membentuk anak-anak berkarakter positif. Suatu hari ketika kholifah Umar bin Khotob RA sedang begadang, menjelang pagi dari sebuah rumah terdengar dialog antara anak perempuan dan ibunya sbb ?Ibu bukankah menambahkan air ke dalam susu untuk dijual dilarang oleh Umar. Ah Umar kan tidak melihat kata ibunya. Iya Umar memang tidak melihat, tetapi Tuhannya Umar kan melihat jawab anak perempuannya?. Mendengar dialog itu Umar lalu lari pulang. Keesokan harinya Umar melamar anak perempuan itu untuk anak laki-lakinya. Dari perkawinan itu kelak akan menurunkan seorang kholifah yang bernama Umar bin Abdul Aziz. Demikian damainya saat belia menjadi kholifah, sampai-sampai serigala pun tidak pernah menerkam domba.
Penulis :
OLEH : SUTOPO WAHYU UTOMO
Pekerja Sosial, Sekum BKKKS Jatim