BK3S || BK3S JATIM || BKKKS || BKKKS JATIM || SOSIAL
Berita Renungan Sorotan

KEBIASAAN DAN KEPEMIMPINAN

Kita adalah apa yang kita kerjakan berulang-ulan. Karena itu, keunggulan bukanlah suatu perbuatan melainkan sebuah Kebiasaan (Aristoteles). Karakter kita pada dasarnya adalah gabungan dari kebiasaan-kebiasaan kita. Kebiasaan adalah substansi yang sangat kuat melekat pada diri kita. Karena terbiasa dansering merupakan pola yang tidak disadari, maka kebiasaan terus menerus, setiap hari, mengekspresikan karakter kita, dan menghasilkan keefektifan kita atau ketidak ekfektifan kita.

Sangat disayangkan, di masyarakat, banyak terjadi kebiasaan yang tidak efektif. Diantaranya sebagaimana diungkapkan oleh Fatchul Mubin Hamid (Mutiara Pustaka, 2007) ada 199 kebiasaan yang keliru, yang telah berjalan, ?aman?, dan dianggap benar, 27 diantaranya kebiasaan yang keliru seputar sholat.Tentu saja ini sangat memperihatinkan. Mengutip kalimat Fatchul ? Kebiasan-kebiasaan yang keliru hanya akan menjauhkan dari kebaikan dan Rahmat Allah. Dan sebaliknya justru akan mendatangkan Azab-Nya. Berupa musibah dan hambatan dalam menjalankan kehidupan.? (Kita berlindung kepada Allahdari hal ini). Hal ini terjadi kerena sikap ikut-ikutan, tanpa filterberpikir sehingga terjadi kesalahan beruntun, maka lestarilah kesalahan itu tanpa disadari bahwa hal itu salah, seperti menuliskan kata ?merubah? (seharusnya mengubah)

Kita tidak bisa mengandalkan kebiasaan yang terjadi secara kebetulan, atau asal ikut-ikutan. Kebiasaan yang efektif harus dibangun dengan pengetahuan, ketrampilan, dan kemauan. Pengetahuan adalah paradigma teoritis : apa yang harus dilakukan dan mengapa. Ketrampilan adalah bagaimana (cara) melakukannya, dan kemauan adalah Motivasi; keinginan untuk melakukannya. Untuk menjadikan sesuatu sebagai suatu kebiasan (yang efektif) dalam hidup kita, kita harus mempunyai ketiganya. Pengetahuan terutama kita peroleh dengan membaca kitab suci, dengan membaca kitab suci kita menjadi tahu apa yang harus dilakukan (perintah Tuhan) dan mengapa (kita harus menghamba kepada-Nya). Dengan memahami isi Kitab Suci terbentuklah Paradigma, mindset dalam memandang kehidupan ini, apa kewajiban kita (sebagai pribadi/individu) dan apa misi kita (sebagai anggota masyarakat) dalam kehidupan ini. Pribadi yang kuat ( karena melaksanakan kewajibannya beribadah dengan istiqomah) akan menjadi anggota masyarakat yang mampu menjalankan misinya amar ma?ruf nahi munkar.

Bagaimana implementasi operasionalnya, kita mencontoh utusan-Nya (para Rosul). Bila keduanya sudah kita miliki, tetapi tidak ada motivasi yang kuat untuk menjalankannya secara Istiqomah (Berulang-ulang) dengan menjaga stabilitas temperatur batin (tak lapuk kena Hujan tak lekang kena panas) maka kebiasan itu tidak akan terbentuk. Sebaliknya semangat yang tinggi untuk menjalankan ?Ibadah? namun tidak mengacu pada tuntunan (Contoh Nabi) hanya akan menghasilkan kebiasaan yang tidak efektif…… dan kontraproduktif, alias tidak bernilai amal sholeh.

Membangun kebiasaan yang efektif merupakan fungsi pokok kepemimpinan, sebagaimana diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara : ?IngNgarsa Sing Tulada, Ing Madya Mbangun Karsa, Tut Wuri Handayani ?. Untuk menjadi teladan harus dengan karakter bukan dengan ?action? seperti yang diperankan oleh para penyiar TV yang ramai-ramai pakai jilbab (hanya) ketika momen idulfitri misalnya. Ini namanya Pencitraan yang sangat rentan mengarah pada kebohongan publik.

Subtansi pokok karakter adalah kebiasaan. Karena itu Sosiolog menyebutnya ?Moral? (dari kata Mores=Kebiasaan) sedangkan Psikolog menyebutnya ?Kepribadian? dan Paedeqoq (Guru) menyebutnya ?Budi Pekerti? Para Ulama? menyebutnya ?Akhlak?

Karakter merupakan rajutan dari gagasan/pikiran, sikap, dan perilaku. Kemudian perilaku yang sama di ulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan. Terbentuknya kebiasaan dapat dideteksi dari 3 (tiga) indikator. Pertama, ?otomatis?, yakni spontan tanpa dikomando dan tanpa diperlukan lagi stimulus, pengendaliannya sudah diambil alih oleh bawah sadar, seperti kebiasan mengucapkan salam, kebiasaan bangun pagi dsb. Kedua ?peka? artinya punya daya tanggap (respon) yang sangat tinggi. Orang yang tidak paham bahasa inggris ketika melihat film berbahasa inggris dia tidak akan mengerti, tapi anehnya ketika disebut kata ?i Love You?, orang tersebut langsung tanggap karena kata tersebut sudah sangat biasa digunakan sehari-hari. Ketiga ?mahir? artinya punya daya progresifitas yang tinggi atau punya efektifitas dan efisiensi yang tinggi. Seseorang yang baru belajar baca Al-Quran, misalnya, memerlukan waktu berjam-jam untuk menyelesaikan satu Juz. Tetapi kalu dia terus mengulang-ulang membaca secara teratur, lama-lama dia bisa hafal, dan satu Juz bisa diselesaikan cukup dalam waktu 20 menit. Pemain basket yang rajin berlatih dia akan mahir, dia akan mampu memasukkan bola ke dalam jaring dengan berbagai cara dan gaya secara titis tanpa menyentuh tiangnya. Itulah tugas pokok kepemimpinan : membangun kebiasaan yang efektif, demikian pula misi penting pendidikan : menanamkan rasa ingin tahu, membangun motivasi untuk melakukan suatu perbuatan baik secara konsisten sehingga menjadi ahklak/budi pekerti yang baik ketika sudah dewasa.

Disinilah kita memahami sabda Nabi : ?Tidak lah Aku diutus kecuali menyempurnakan akhlak yang mulia.? Allah menentukan takdir akhlak yang baik menghasilkan takdir yang baik (surga) sebaliknya akhlak yang jelek, menghasilkan takdir yang jelek (neraka).

Kita memohon pada Allah agar diberi kesejahteraan/keselamatan di dunia dan di akhirat, serta terhindar dari siksa api neraka. (Oleh M. Djumadi Ramelan, SH)

Related posts

KOK DI INDONESIA BANYAK PENYUAP ?

bk3s

LANSIA BANGKINGAN MASIH DONGKEL TANAH

bk3s

Perayaan Hari Down Syndrome Dunia

admin01
buka chat
Butuh bantuan?
hi kakak
Ada yang bisa kami bantu?